ASKEP HALUSINASI DAN WAHAM

BAB I
TINJAUAN TEORITIS
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN


I. DEFENISI HALUSINASI
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of Mental Health Nursing, 1987).

II. KLASIFIKASI HALUSINASI
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan karakteristik tertentu, diantaranya :
a. Halusinasi pendengaran :
karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan :
karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu :
karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba :
karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik :
karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.

III. PROSES TERJADINYA HALUSINASI
Halusinasi pendengaran merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi pada klien dengan gangguan jiwa (schizoprenia). Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara – suara bising atau mendengung. Tetapi paling sering berupa kata – kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respons tertentu seperti : bicara sendiri, bertengkar atau respons lain yang membahayakan. Bisa juga klien bersikap mendengarkan suara halusinasi tersebut dengan mendengarkan penuh perhatian pada orang lain yang tidak bicara atau pada benda mati.
Halusinasi pendengaran merupakan suatu tanda mayor dari gangguan schizoprenia dan satu syarat diagnostik minor untuk metankolia involusi, psikosa mania depresif dan syndroma otak organik.

IV. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB HALUSINASI
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.


 Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan kecemasan
 Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
 Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP)
 Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
 Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

3. Prilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1) Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
3) Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

4. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

5. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri


V. 4 ( empat) tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan

TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN
Tahap I
 Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum, halusinasi merupakan suatu kesenangan.

 Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas
 Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol kesadaran, nonpsikotik.

 Tersenyum, tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakkan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi

Tahap II
 Menyalahkan
 Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati

 Pengalaman sensori menakutkan
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Menarik diri dari orang lain non psikotik

 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
 Perhatian dengan lingkungan berkurang
 Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja
 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas


Tahap III
 Mengontrol
 Tingkat kecemasan berat
 Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

 Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
 Isi halusinasi menjadi atraktif
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik

 Perintah halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan berkeringat

Tahap IV
 Klien sudah dikuasai oleh halusinasi
 Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.
 Perilaku panik
 Resiko tinggi mencederai
 Agitasi atau kataton
 Tidak mampu berespon terhadap lingkungan




VI. HUBUNGAN SKHIZOPRENIA DENGAN HALUSINASI
Gangguan persepsi yang utama pada skizoprenia adalah halusinasi, sehingga halusinasi menjadi bagian hidup klien. Biasanya dirangsang oleh kecemasan, halusinasi menghasilkan tingkah laku yang tertentu, gangguan harga diri, kritis diri, atau mengingkari rangsangan terhadap kenyataan.
Halusinasi pendengaran adalah paling utama pada skizoprenia, suara – suara biasanya berasal dari Tuhan, setan, tiruan atau relatif. Halusinasi ini menghasilkan tindakan/perilaku pada klien seperti yang telah diuraikan tersebut di atas (tingkat halusinasi, karakteristik dan perilaku yang dapat diamati).

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS PADA HALUSINASI PENDENGARAN
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
1. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :

KELAS KIMIA NAMA GENERIK (DAGANG) DOSIS HARIAN
Fenotiazin Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane) 75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg
Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg

2. Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HALUSINASI

I. PENGKAJIAN

1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. Faktor perkembangan terlambat
 Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
 Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
 Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
 Komunikasi peran ganda
 Tidak ada komunikasi
 Tidak ada kehangatan
 Komunikasi dengan emosi berlebihan
 Komunikasi tertutup
 Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.


f. Faktor genetik
Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.

2. PERILAKU
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

3. FISIK
a. ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan
Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d. Riwayat schizofrenia dalam keluarga
e. Fungsi sistim tubuh
• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)
• Neurologikal perubahan mood, disorientasi
• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

4. STATUS EMOSI
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.

5. STATUS INTELEKTUAL
Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.

6. STATUS SOSIAL
Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.
3. Kerusakan interaksi social : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses fikir.
5. Perubahan proses fikir berhubungan dengan harga diri rendah.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya minat.

III. RENCANA INTERVENSI PERAWATAN

Diagnosa Keperawatan I :
Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran

Tujuan umum :
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
 Salam terapeutik
 Perkenalkan diri
 Jelaskan tujuan interaksi
 Buat kontrak yang jelas
 Menerima klien apa adanya
 Kontak mata positif
 Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi
 Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal

TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.

Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.


Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

TUK 4 : Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
2. Bantu klien untuk memutuskan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
3. Observasi tanda dan gejala terkait efek dan efek samping.
4. Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat
Rasional :
1. Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan klien tentang efek obat terhadap halusinasinya.
2. Memastikan klien meminum obat secara teratur.
3. Mengobservasi efektivitas program pengobatan.
4. Memastikan efek obat – obatan yang tidak diharapkan terhadap klien.
Evaluasi :
 Klien meminum obat secara teratur sesuai instruksi dokter.
TUK 5 : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengendalikan halusinasi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
2. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan keluarga dalam merawat klien.
3. Beri penguatan positif atas upaya yang baik dalam merawat klien.
4. Diskusikan dan ajarkan dengan keluarga tentang : halusinasi, tanda – tanda dan cara merawat halusinasi.
5. Beri pujian atas upaya keluarga yang positif.
Rasional :
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
Evaluasi :
 Keluarga dapat menyebutkan cara – cara merawat klien halusinasi.

Diagnosa Keperawatan 2 :
Perubahan sensori persepsi halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi social : menarik diri.

Tujuan umum :
 Klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat dicegah.

TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Intervensi :
 Bina hubungan saling percaya
 Menyapa klien dengan ramah
 Mengingatkan kontrak
 Terima klien apa adanya
 Jelaskan tujuan pertemuan
 Sikap terbuka dan empati
Rasional :
 Kejujuran, kesediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat.
Evaluasi :
 Setelah 2 kali pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat.

TUK 2 : Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri.
3. Diskusikan bersama klien tentang menarik dirinya.
4. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional :
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang menarik diri sehingga perawat dapat merencanakan tindakan yang selanjutnya.
2. Untuk mengetahui alasan klien menarik diri.
3. Meningkatkan harga diri klien sehingga berani bergaul dengan lingkungan sosialnya.
Evaluasi :
 Setelah 1 kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab atau alasan menarik diri.

TUK 3 : Klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional :
1. Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain.
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
3. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan dengan orang lain
 Mendapat teman
 Dapat mengungkapkan perasaan
 Membantu memecahkan masalah

TUK 4 : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain :
 Klien-perawat
 Klien-perawat-perawat lain
 Klien-perawat-perawat lain-klien lain
 Klien-kelompok kecil (TAK)
 Klien-keluarga
3. Libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. Reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien.
Rasional :
1. Untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan.
2. Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Membantu klien dalam mempertahankan hubungan inter personal.
4. Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
 Membalas sapaan perawat
 Kontak mata positif
 Mau berinteraksi

TUK 5 : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
1. Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
2. Dorong klien untuk mengemukakan perasaan keluarga
3. Dorong klien untuk mengikuti kegiatan bersama keluarga seperti : makan, ibadah dan rekreasi.
4. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan klien.
5. Bantu keluarga untuk tetap mempertahankan hubungan dengan klien yaitu memperlihatkan perhatian dengan kunjungan rumah sakit.
6. Beri klien penguatan misalnya : membawa makanan kesukaan klien.
Rasional :
1. Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan klien.
2. Untuk mengetahui sejauh mana hubungan klien dengan keluarga.
3. Membantu klien dalam meningkatkan hubungan interpersonal dengan keluarga.
4. Klien menarik diri membutuhkan perhatian yang khusus.
5. Keterlibatan keluarga sangat membantu dalam mengembangkan interaksi dengan lingkungannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien kepada keluarga dan merasa diperhatikan.
Evaluasi :
1. Setelah 2 kali pertemuan klien dapat membina hubungan dengan keluarga.
2. Keluarga mengunjungi klien ke rumah sakit setiap minggu secara bergantian.

Diagnosa keperawatan 3
Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah.

Tujuan umum :
 Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya.
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien.
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutupi dengan kelebihan yang dimiliki klien.
5. Anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki klien.
6. Beritahukan bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki.
Rasional :
1. Mengidentifikasikan hal – hal positif yang masih dimiliki klien.
2. Mengingatkan klien bahwa ia manusia biasa yang mempunyai kekurangan.
3. Menghadirkan realita pada klien.
4. Memberikan harapan pada klien.
5. Memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi.
6. Agar klien tidak merasa putus asa.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan.

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa harapan selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya.
3. Beri kesempatan klien untuk berhasil.
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dari harapan klien.
2. Membantu klien membentuk harapan yang realistis.
3. Meningkatkan percaya diri klien.
4. Meningkatkan penghargaan terhadap perilaku yang positif.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan.
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya.
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri.
3. Mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien.
4. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien.
5. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 kali pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien memilih priotitas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan dan keberhasilan yang telah dicapai klien.
6. Ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
7. Beri reinforcement positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok.
Rasional :
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien untuk tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.
7. Meningkatkan harga diri klien.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 kali pertemuan.
2. Klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 kali pertemuan.

TUK 5 : Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan harga dirinya.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan keluarga tanda – tanda harga diri rendah.
2. Anjurkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi.
3. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kesempatan berhasil pada klien.
4. Anjurkan pada keluarga untuk menerima klien apa adanya.
5. Anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga.
Rasional :
1. Mengantisipasi masalah yang timbul.
2. Menyiapkan support sistem yang akurat.
3. Memberikan kesempatan pada klien untuk sukses.
4. Membantu meningkatkan harga diri klien.
5. Meningkatkan interaksi klien dengan anggota keluarga.
Evaluasi :
1. Keluarga dapat menyebutkan tanda – tanda harga diri rendah.
• Mengatakan diri tidak berharga
• Tidak berguna dan tidak mampu
• Pesimis dan menarik diri dari realita
2. Keluarga dapat berespon dan memperlakukan klien secara tepat setelah 2 kali pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 4 :
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir.

Tujuan umum :
 Klien dapat mengontrol halusinasinya.

TUK 1 : Klien dapat mengenal akan wahamnya.
Intervensi :
1. Adakan kontrak sering dan singkat.
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
 Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas.
2. Jangan membantah atau menyangkal keyakinan pasien.
Rasional :
 Hal ini mendorong untuk menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan akhirnya mendorong klien untuk mendiskusikannya. Untuk memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti akan tindakan dan komunikasi pasien membantah atau menyangkal tidak akan bermanfaat apa – apa.
Evaluasi :
 Klien dapat mengenal akan wahamnya setelah mendapat penjelasan dari perawat dalam 4 x pertemuan.
TUK 2 : Klien dapat mengendalikan wahamnya.
Intervensi :
1. Bantu klien untuk mengungkapkan anansietas, takut atau tidak aman.
2. Focus dan kuatkan pada orang – orang yang nyata, ingatan tentang pikiran irasional. Bicarakan kejadian – kejadian dan orang – orang yang nyata.
3. Diskusikan cara untuk mencegah waham, contoh percaya pada orang lain, belajar akan kenyataan, bicara dengan orang lain, yakin akan dirinya bahwa tidak ada yang akan mengerti perasaannya bila tidak cerita dengan orang lain.
Rasional :
1. Ungkapkan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak terancam akan mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah terpendam.
2. Diskusikan yang berfokus pada ide – ide yang salah tidak akan mencapai tujuan dan mungkin buat psikosisnya lebih buruk jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yang meningkat, pikiran waham dapat dicegah.
Evaluasi :
 Klien dapat mengendalikan wahamnya dengan bantuan perawat dengan menggunakan cara yang efektif dalam 4 x pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi :
1. Bantu klien mengidentifikasi kegiatan atau keinginan yang berhasil dicapainya.
2. Kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan.
3. Bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan sebab – sebab kegagalan
4. Kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasi
5. Jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.
Rasional :
1. Mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal.
2. Memberi kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. Mengetahui koping yang selama ini digunakan oleh klien
4. Memberikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha.
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan.

TUK 4 : Klien dapat membuat rencana yang realistis.
Intervensi :
1. Bantu klien memuaskan tujuan yang ingin dicapainya.
2. Diskusikan dengan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien.
3. Bantu klien untuk memilih prioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya.
4. Beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
5. Tunjukkan keterampilan yang telah dicapai klien.
6. Ikutsertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok.
Rasional :
1. Agar klien dapat tetap realistis dengan kemampuan yang dimiliki.
2. Mempertahankan klien agar tetap realistis.
3. Agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan.
4. Menghargai keputusan yang telah dipilih klien.
5. Memberi penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai.
6. Memberikan kesempatan klien di dalam kelompok mengembangkan kemampuannya.

Diagnosa Keperawatan 5 :
Perubahan proses pikir berhubungan dengan harga diri rendah kronis.



Tujuan umum :
 Klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.

TUK 1 : Klien dapat memperluas kesadaran diri
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. Diskusikan kelemahan yang dimiliki klien
3. Beritahu klien bahwa manusia tidak ada yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan kekurangan.
4. Beritahu klien bahwa kekurangan bisa ditutup dengan kelebihan yang dimiliki.
5. Beritahukan klien bahwa ada hikmah di balik kekurangan yang dimiliki
Rasional :
1. Mengidentifikasi hal – hal positif yang masih dimiliki klien
2. Mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. Menghadirkan harapan pada klien
4. Agar klien tidak merasa putus asa
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada dirinya setelah 1 x pertemuan
2. Klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan untuk mencapai keberhasilan

TUK 2 : Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien ideal dirinya, apa rencana selama di RS, rencana klien setelah pulang dan apa cita – cita yang ingin dicapai
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
3. Beri kesempatan pada klien untuk berhasil
4. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
Rasional :
1. Untuk mengetahui sampai dimana realistis dan harapan pasien.
2. Membantu klien untuk membentuk harapan yang realistis
3. Meningkatkan rasa percaya diri klien
4. Memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan cita – cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuannya setelah 1 x pertemuan.

Diagnosa Keperawatan 6 :
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Tujuan umum :
 Klien dapat melakukan perawatan diri

TUK 1 : Klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. Dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement posisitf dapat menyenangkan hati pasien


Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti memelihara kesehatan dan memberi rasa nyaman dan segar.

TUK 2 : Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Diskusikan tentang kerugian tidak melakukan perawatan diri
2. Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan perawatan diri.
Rasional :
1. Untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri.
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien.
Evaluasi :
 Klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti terkena penyakit, sulit mendapat teman.

TUK 3 : Klien berminat melakukan perawatan diri
Intervensi :
1. Dorong dan bantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :
1. Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri.
Evaluasi :
 Klien melakukan perawatan diri seperti : mandi memakai sabun 2 x sehari, menggosok gigi dan mencuci rambut, memotong kuku.


BAB III

TINJAUAN KASUS
HALUSINASI PENDENGARAN



Jenis : Perawatan Komunitas
Tgl Pengkajian : 16 Januari 2008 – 19 Januari 2008

I. Identitas Klien
Nama : Tn. T
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gadut Kec. Tilatang Kamang Kab. Agam
Suku : Minang
Status : Belum Kawin
Pendidikan : Eks. SMP
Informan : Klien dan Keluarga Klien
Tgl. Pengkajian : 16 Januari 2008 – 19 Januari 2008
Penanggung Jawab : Tn. P
Hubungan : Ayah Kandung
Pekerjaan : Swasta

II. Faktor Predisposisi
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan tanggal 16 Januari 2008, didapat bahwa:
1. Orang tua klien mengatakan bahwa klien pernah berobat dan sempat dirawat di RSJ Puti Bungsu pada tahun 2003
2. Pengobatan klien sebelumnya tidak berhasil karena klien putus obat.
MK = Regiment Therapeutik tidak efektif.
3. Klien mengatakan tidak pernah mengalami trauma.
4. Klien mengatakan anggota keluarganya tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu ketika klien kelas 2 SMA, orang tua klien bercerai dan klien tidak menerima.
MK = Berduka disfungsional

III. Pemeriksaan Fisik
TD : 120/90
Nadi : 84x/i
Suhu : 36,2oC
BB : 65 Kg
TB : 170 cm
Pernafasan : 22x/i
Keluhan Fisik : Setelah dilakukan observasi pada klien, didapat bahwa tidak terdapat keluhan fisik.

IV. Psikososial
1. Genogram


Ket:
: Klien

: Laki-laki

: Perempuan

: Suami istri

: Cerai

: Tinggal serumah

Klien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Klien tinggal bersama ayah dan kedua saudaranya sejak kelas 2 SMA karena ayah dan ibu klien bercerai. Klien paling dekat dengan ayah klien dan yang membuat keputusan di rumah adalah ayah klien.

2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien mengatakan tubuhnya biasa-biasa saja dan klien menyukai semua bagian tubuhnya.
b. Peran
Di rumah klien berperan sebagai anak.
c. Ideal diri
Klien ingin ingin punya pacar.
d. Harga diri
Klien mengatakan kalau pacarnya selalu menghinanya jelek dan bau dan klien merasa terhina karena pacar klien meninggalkannya. Karena alasan klien jelek dan buruk.
MK = Gangguan harga diri rendah/

3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti bagi klien adalah pacar klien
b. Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak pernah mengikuti kegiatan masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan orang lain klien tidak suka berbicara dengan orang lain
MK : Kerusakan integrisa sosial : menarik diri
4. Spritual
Klien adalah penganut agama Islam dan mengakui bahwa Tuhan Maha Esa itu ada.

V. Status Mental
1. Penampilan
Penampilan klien kurang rapi tetapi pemilihan pakaian klien sesuai.
2. Pembicaraan
Awal pengkajian klien bisa menjawab pertanyaan dengan baik tetapi lebih dari 5 menit jawaban klien mulai inkoheren yaitu jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan.
MK = Kerusakan komunikasi verbal
3. Aktifitas motorik
Klien dapat melakukan aktivitas seperti makan, mandi, membersihkan ruangan dan pada saat berinteraksi dengan perawat, klien tampak tenang.
4. Alam perasaan
Klien tampak gembira berlebihan dan klien merasa ada suara yang mengajaknya bercanda yang membuatnya tertawa sendiri.
MK = Gangguan isi fikir
5. Afek
Klien tampak senang jika membicarakan pacar-pacarnya tapi klien tampak marah mengingat ayah dan ibunya yang bercerai.

6. Interaksi selama wawancara
Interaksi klien selama wawancara tidak kooperatir jika sudah lebih dari 3 menit, kontak mata terlihat bahagia berlebihan tanpa sebab.
7. Persepsi
Klien mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara wanita yang mengejeknya bau dan jelek. Suara itu muncul ketika klien sedang sendiri dan bermenung, kadang dalam sehari suara-suara itu datang 2 kali yang membuat klien bicara-bicara sendiri melawan suara itu dan membuat klien menarik diri karena klien merasa malu karena ejekan suara itu. Dan dilain kesempatan muncul juga suara-suara wanita yang merayu dan memuji-muji klien. Suara ini lebih sering datang dari suara yang mengejek klien dan jika klien mendengar suara ini klien tertawa-tertawa sendiri.
8. Isi fikir
Klien mengangu ia adalah artis terkenal yang selalu di kelilingi wanita-wanita cantik yang memujanya. Setiap bertemu dengan perawat klien mengatakan kalau dia artis internasional yang dikatakan berulang-ulang walaupun sudah diberi bantahan.
9. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan sering lupa terhadap waktu, tempat, orang,
10. Memori
Klien susah untuk mengingat memori jangka panjang.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung tapi agak susah untuk berkonsentrasi karena ada suara wanita yang mengganggunya.
12. Kemampuan penilaian
Klien tidak bisa mengambil kemampuan sederhana tanpa bantuan dan instruksi dari orang lain.
13. Daya titik diri
Klien mengikari penyakit yang dideritanya.

VI. Mekanisme Koping
Klien mengatakan kalau ada masalah klien tidak mau mengatakan kepada orang lain. Klien lebih memilih diam.
MK = Koping individu tidak efektif.

VII. Masalah Psikososial
Klien mengatakan di rumah tidak suka berinteraksi dengan keluarga karena merasa kecewa sejak orang tua bercerai.

VIII. Pengetahuan
Klien menyatakan ia tidak tahu tentang penyakitnya, faktor prisipitasi, predisposisi, pengobatan serta cara mengatasinya.
MK = Kurang pengetahuan

IX. Aspek Medik
Klien dapat therapy
- Haloperidol 3 x 1.5 mg
- Chiorpromazine 1 x 100 mg
- KBZ 3 x 100 mg













X. Analisa Data
No Analisa Data Masalah Keperawatan
1







2






3








9

DS:
- Keluarga mengatakan sebelum masuk RS klien gelisah, marah-marah, mengamuk, melempar kaca rumah.
DO :
- Di rumah klien suka mengamuk dan marah-marah
DS:
- Klien mengatakan sudah 2 kali masuk RSJ.
DO :
- Dari data klien dirawat untuk kedua kalinya

DS:
- Klien mengatakan kalau klien kecewa sekali waktu orang tuanya bercerai
DO :
- Klien tampak sedih jika dibahas tentang ayah dan ibunya

DS:
- Klien mengatakan kalau ada suara-suara mengejeknya bau.
DO :
- Kadang tampak klien menyendiri putus asa

DS:
- Klien mengatakan tidak mau bergaul dengan orang lain dan tidak suka berbicara dengan orang lain
DO :
- Klien tampak sering sendiri dan kurang mau bicara dengan temannya
DS:
- Klien sering mendengar suara wanita yang mengejeknya bau dan kadang-kadang suara bidadari yang memanggil dan merayunya.
DO :
- Klien sering tampak tertawa sendiri.
DS:
- Klien mengatakan waktu ada masalah tidak mau bilang ke orang lain
DO :
- Klien suka diam

DS:
- Klien mengatakan sering terbangun malam karena suara-suara yang memanggilnya
DO :
- Klien tampak mengantuk pada pagi hari

DS:
- Klien mengatakan ingin jadi artis terkenal dan selalu dikelilingi wanita cantik
DO :
- Klien sering mengakukalau dia artis luar negeri
Resiko mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan





Regimen terapeutik tidak efektif.





Berduka disfungsional







Gangguan konsep diri =
Harga diri rendah





Kerusakan interaksi sosial dan menarik diri







Gangguan sensoris persepsi = Halusinasi pendengaran






Koping individu in efektif






Gangguan pola tidur







Waham kebesaran





XI. Daftar Masalah Keperawatan
1. Resiko mencedarai orang lain, diri sendiri dan lingkungan
2. Regimen therapeutik in efektif
3. Berduka disfungsional
4. Gangguan konsep diri = HDR
5. Kerusakan interaksi sosial = menarik diri
6. Perubahan sensori persepsi = halusinasi pandangan
7. Koping individu in efektif
8. Gangguan pola tidur
XII. Pohon Masalah
XIII. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b/d perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran.
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d kerusakan
Interaksi sosial : menarik diri
3. Gangguan pola tidur b/d halusinasi pendengaran
4. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran b/d regiment therapeutik in efektif.
5. Gangguan interaksi sosial : menarik diri b/d HDR
6. Gangguan konsep diri HDR b/d berduka disfungsional
7. Gangguan konsep diri HDR b/d koping individu in efektif
8. Waham kebesaran b/d gangguan konsep diri: HDR

ASUHAN KEPERAWATAN
No Hari/Tgl Dx Kep. Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1

21/1-2008 Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain b/d halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

TUK :
1. Klien dapat mengadakan hubungan saling percaya dengan perawat.
KH :
Klien dapat mengungkap kan perasaanya dan keadaannya sekarang secara verbal.

2. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebutkan tentan g persepsi, penyebab akibat dari halusinasi dan situasi halusinai, waktu frekuensi, perasaan jika muncul halusinasi dan mengatasinya.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
KH :
Klien dapat menyebabkan cara mengontrol halusinasi dan tindakan yang digunakan bila sedang datang halusinasi
4. Diharapkan keluarga dapat mengontrol halusinasi klien, dapat merawat klien di rumah
5. Klien mampu menyebutkan tentang jenis obat, manfaat, efek samping, dan cara menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasinya.
1. Bina hubungan saling percaya
2. Ciptakanlah lingkungan yang hangat dan bersahabat
3. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkap kan perasaannya
4. Beri pujian atas keberhasilan klien membina hubungan saling percaya
1. Lakukan kontak sesering mungkin.
2. Observasi perilaku verbal dan non verbal yang b/d halusinasi
3. Identitas bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi

4. Dorongan klien untuk mengungkapkan perasannya ketika halusinasi muncul.
5. Diskusikan dengan klien hal-hal apa yang bisa untuk mengatasi halusinasi
6. Evaluasi kemampuan klien untuk mengenal halusinasinya.
7. Evaluasi pujian atas tindakan klien dengan positif.

1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika halusinasi datang.
2. Beri pujian terhadap tindakan yang positif
3. Diskusikan dengan klien cara mengontrol halusinasi

4. Bersama klien rencanakan kegiatan mencegah terjadinya halusinasi
5. Dorongan klien untuk melakukan hal-hal untuk mencegah timbulnya halusinasi
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

2. Kaji perubahan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien
3. Diskusikan bersama klien saat berkunjung ke rumah sakit tentang halusinasi dan merawat klien di rumah
4. Berikan pujian kepada klien terhadap tindakan yang tepat

1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat, manfaat, efek samping, cara menggunakan obat untuk mengendalikan halusinasi.
2. Bantu klien untuk memastikan bahwa obat sudah diminum sesuai program
3. Observasi tanda dan gejala yang b/d efek samping anak

4. Berikan pujian atas tindakan yang (+) yang dilakukan klien b/d obat.
1. Hubungan saling percaya dan prinsip therapeutik antara perawat dan klien
2. Klien merasa dihargai dan timbul keyakinan untuk berkomunikasi
3. Ungkapan yang diterima sebagai bukti bahwa klien mulai percaya kepada perawat
4. Dengan memberi pujian membuat klien merasa dihargai




1. Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
2. Dapat merencanakan tindakan yang efektif untuk mencegah halusinasinya
3. Dapat diketahui bahwa halusinasi dapat mempengaruhi perasaan klien untuk melakukan tindakan mal adaptif
4. Dapat mengetahui suasana perasaan klien saat halusinasi datang
5. Klien dapat mengenal halusinasi pada dirinya

6. Mengetahui pemahaman klien terhadap halusinasinya

7. Meningkatkan harga diri klien.


1. Untuk mengatasi halusinasi

2. Untuk meningkatkan harga diri klien
3. Memudahkan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
4. Membantu mengurangi halusinasi yang dialami klien

5. Merupakan cara untuk mengendalikan halusinasi

1. Hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga sebagai dasar interaksi therapeutik
2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan klien terhadap halusinasi

3. Dengan informasi yang diberikan diharapkan klien mampu melakukan perawatan klien halusinasi di rumah
4. Pujian yang diberikan dapat meningkatkan semangat keluarga untuk melakukan hal-hal yang (+)

1. Klien mengetahui obat yang digunakan untuk mengendalikan halusinasi

2. Obat yang digunakan sesuai dengan program yang dianjurkan dapat memberikan efek yang lebih sempurna.
3. Setiap anak mempunyai efek samping mengendalikan pola yang berbeda.
4. Menguatkan harga diri klien.


DAFTAR PUSTAKA

 Budiana keliat (1999). Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta, EGC

 Cook & Fountaine (1987). Essentials mental health nursing. Addison-wesley publishing Company.

 Rasmun (2001). Keperawatan kesehatan mental psikiatri terintegrasi dengan keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama

 Stuart & Sudden (1988). Buku saku keperawatan jiwa

 Towsend, Mary C (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri

 Kaplan & Sadock (1998). Ilmu kedokteran jiwa darurat. Jakarta : Widya Medika